Kisah Haru Seorang Siswi Palestina
Rata
Penuh Ini adalah kisah tentang seorang siswi di sebuah sekolah putri di
Palestina. Hari itu dewan sekolah berkumpul seperti biasanya. Di antara
keputusan dan rekomendasi yang dikeluarkan dewan dalam pertemuan ini adalah
pemeriksaan mendadak bagi siswi di dalam aula.
Dan benar, dibentuklah tim
khusus untuk melakukan pemeriksaan dan mulai bekerja. Sudah barang tentu,
pemeriksaan dilakukan terhadap segala hal yang dilarang masuk di lingkungan
sekolah seperti hand phone berkamera, foto-foto, gambar-gambar dan surat-surat
cinta serta yang lainnya.
Keamanan
saat itu nampak normal dan stabil, kondisinya sangat tenang. Para siswi
menerima perintah ini dengan senang hati. Mulailah tim pemeriksa menjelajah
semua ruangan dan aula dengan penuh percaya diri. Keluar dari satu ruangan
masuk ke ruangan lainnya. Membuka tas-tas para siswi di depan mereka. Semua tas
kosong kecuali berisi buku-buku, pena dan peralatan kebutuhan kuliah lainnya.
Hingga akhirnya pemeriksaan selesai di seluruh ruangan kecuali satu ruangan. Di
situlah bermula kejadian. Apakah sebenarnya yang terjadi ???
Tim
pemeriksa masuk ke ruangan ini dengan penuh percaya seperti biasanya. Tim
meminta izin kepada para siswi untuk memeriksa tas-tas mereka. Dimulailah
pemeriksaan.
Saat
itu di ujung ruangan ada seorang siswi yang tengah duduk. Dia memandang kepada
tim pemeriksa dengan pandangan terpecah dan mata nanar, sedang tangannya
memegang erat tasnya. Pandangannya semakin tajam setiap giliran pemeriksaan
semakin dekat pada dirinya. Tahukah anda, apakah yang dia sembunyikan di dalam
tasnya ???
Beberapa
saat kemudian tim pemeriksa memeriksa siswi yang ada di depannya. Dia pun
memegang sangat erat tasnya. Seakan dia mengatakan, demi Allah mereka tidak
akan membuka tas saya. Dan tiba lah giliran pemeriksaan pada dirinya.
Dimulailah pemeriksaan.
Tolong
buka tasnya anakku, kata seorang guru anggota tim pemeriksa. Siswi itu tidak
langsung membuka tasnya. Dia melihat wanita yang ada di depannya dalam diam
sambil mendekap tas ke dadanya. Barikan tasmu, wahai anakku, kata pemeriksa itu
dengan lembut. Namun tiba-tiba dia berteriak keras: tidak … tidak … tidak …
Teriakan
itu memancing para pemeriksa lainnya dan merekapun berkumpul di sekitar siswi
tersebut. Terjadilah debat sengit: berikan … tidak … berikan … tidak …
Adakah
rahasia yang dia sembunyikan??? Dan apa yang sebenarnya terjadi???
Maka
terjadilah adegan pertarungan tangan untuk memperebutkan tas yang masih tetap
berada dalam blockade pemiliknya. Para siswi pun terhenyak dan semua mata
terbelalak. Seorang dosen wanita berdiri dan tangannya diletakan di mulutnya.
Ruangan tiba-tiba sunyi. Semua terdiam. Ya Ilahi, apakah sebenarnya yang ada di
dalam tas tersebut. Apakah benar bahwa si Fulanah (siswi) tersebut ….
Setelah
dilakukan musyawarah akhirnya tim pemeriksa sepakat untuk membawa sang siswi
dan tasnya ke kantor, guna melanjutkan pemeriksaan yang barang kali membutuhkan
waktu lama …
Siswi
tadi masuk kantor sedang air matanya bercucuran bagai hujan. Matanya memandang
ke arah semua yang hadir di ruangan itu dengan tatapan penuh benci dan marah.
Karena mereka akan mengungkap rahasia dirinya di hadapan orang banyak. Ketua
tim pemeriksa memerintahkannya duduk dan menenangkan situasi. Dia pun mulai
tenang. Dan kepala sekolah pun bertanya, apa yang kau sembunyikan di dalam tas
wahai anakku …?
Di
sini, dalam saat-saat yang pahit dan sulit, dia membuka tasnya. Ya Ilahi,
apakah gerangan yang ada di dalamnya??? Bukan. Bukan. Tidak ada sesuatu pun
yang dilarang ada di dalam tasnya. Tidak ada benda-benda haram, hand phone
berkamera, gambar dan foto-foto atau surat cinta. Demi Allah, tidak ada apa-apa
di dalamnya kecuali sisa makanan (roti). Ya, itulah yang ada di dalam tasnya.
Setelah
ditanya tentang sisa makanan yang ada di dalam tasnya, dia menjawab, setelah
menarik nafas panjang.
“Ini
adalah sisa-sisa roti makan pagi para siswi, yang masih tersisa separoh atau
seperempatnya di dalam bungkusnya. Kemudian saya kumpulkan dan saya makan
sebagiannya. Sisanya saya bawa pulung untuk keluarga saya di rumah …Ya, untuk
ibu dan saudara-saudara saya di rumah. Agar mereka memiliki sesuatu yang bisa
disantap untuk makan siang dan makan malam. Kami adalah keluarga miskin, tidak
memiliki siapa-siapa. Kami bukan siapa-siapa dan memang tidak ada yang bertanya
tentang kami. Alasan saya untuk tidak membuka tas, agar saya tidak malu di
hadapan teman-teman di ruangan tadi.”
Tiba-tiba
suara tangis meledak ruangan tersebu. Mata semua yang hadir bercucuran air mata
sebagai tanda penyesalan atas perlakukan buruk pada siswi tersebut.
sumber : majalah Gontor