Wanita Pejuang Pembela Agama Allah
Perempuan sahabat Rasulullah itu bernama
Khaulah binti Azur. Sejak kecil ia pandai memainkan pedang dan tombak. Ia rajin
mengasah ketrampilannya itu sampai tiba waktunya berperang membela tegaknya
islam bersama para mujahidah lainnya.
Di awal mengikuti rombongan pasukan Islam,
ia selalu di barisan belakang. Tugasnya menyiapkan logistik pasukan dan
mengobati yang terluka. Ia memberikan semangat kepada pasukan yang akan
berperang.
Suatu saat, Khaulah melihat pasukan islam terdesak dan banyak yang gugur, maka tidak ada pilihan lain bagi wanita yang bergelar “ksatria berkuda hitam”, itu kecuali ikut berperang membantu pasukan Islam. Ia tidak ingin tubuhnya dijamah kaum kafir, apalagi menjadi rampasan perang dan dijadikan budak.
Meskipun wanita, ia tunjukkan keberanian dan
semangatnya dalam berperang melawan musuh Allah. Sejak itulah, ia sering terjun
ke medan pertempuran dengan menutup mukanya karena tidak ingin diketahui
apabila dia seorang wanita. Kepahlawanan Khaulah juga terlihat ketika ia
membebaskan saudara lelakinya Dhihar bin Al-Azur dari kaum kafir. Saat itu,
pasukan Islam yang dipimpin khalid bin
walid menyerbu wilayah Ajnadin, Romawi. Pasukan Romawi dipimpin Theodore,
menghalangi pasukan Islam dari sisi utara Syam.
Ketika kedua pasukan bertempur dengan sangat hebat,
tiba-tiba terdengar berita bahwa Dhihar bin Al-Azur, salah satu pejuang muslim
yang gagah berani, itu ter tawan musuh. Tertangkapnya Dhihar ini membuat
panglima Khalid bin walid sangat marah.
Perang berikutnya kian dahsyat. Di tengah pasukan Islam
tampak tentara bercadar bertempur dan menewaskan pasukan Romawi pun ketakutan
sehingga barisan mereka melemah.
Panglima Khalid bin Walid heran dan penasaran dengan
orang tersebut . kemudian di tengah pertampuran itu, Khalid mendekatinya dan
bertanya kepada orang bercadar itu, “siapakah kamu?” tapi prajurit bercadar itu
mengelak dan terus menjauh. Khalid pun mengejarnya lagi dan mendesaknya dengan
pertanyaan yang sama. Kemudian ia menjawab, “wahai panglima perang yang mulia,
aku tidak menghindar darimu kecuali aku merasa malu padamu. Anda seorang
panglima besar, ditakuti musuh disegani kawan, sedangkan aku hanyalah seorang
wanita bercadar. Aku adalah Khaulah binti Al-Azur. Aku sedang bersama kaumku.
Kemudian datang seorang memberi kabar bahwa saudaraku Dhihar tertangkap pasukan
Romawi. Kemudian akupun langsung mengambil kuda dan melakukan seperti yang anda
lihat sekarang ini.”
Mendengar
hal tersebut, hati Khalid menjadi sedih bercampur heran: mengapa sampai ada
seorang wanita ikut keluar berjihad dengan gigihnya untuk menyelamatkaan
saudaranya yang tertawan? Maka Khalidpun berjanji akan menyelamatkan Dhihar.
Pada pertempuran berikutnya, Khaulah kembali
kehilangan Dhihar untuk kedua kalinya. Kemudian ia memohon kepada panglima
Khalid agar membebaskannya sekali lagi. Khalid menyatakan, itu sudah menjadi
kewajiban.
Lalu pasukan Islampun segera melancarkan serangan
besar-besaran. Mereka mengepung benteng pertahanan musuh di kota antioka.
Dhihar yang tertawan di kota itu akhirnya dapat diselamatkan. Tapi Allah
berkehendak lain. Ketika upaya penyelamatan Dhihar dan pasukan lain yang
tertawan, Khaulah dan beberapa wanita justru tertawan sementara Dhihar telah.
Khaulah pantang menyerah dan melakukan pemberontakan. Pada
saat pasukan Romawi banyak yang keluar untuk berperang menghadapi pasukan
Islam, kepada muslimah lainnya Khaulahpun berseru :wahai putri-putri Himyar,
keturunan-keturunan Tuba “Apakah kalian rela terhadap orang-orang kafir yang
akan menjamah kalian dan anak anak kalian dijadikan budak mereka? Lebih baik
kita mati daripada menjadi budak hina dan pelayan Romawi!”
Khaulah dan wanita-wanita lainnya kemudian mengambil
tiang-tiang yang menjadi penyangga perkemahan Romawi dan menjadikannya sebagai
senjata. Dengan keberanian, Khaulah dan para wanita muslimah lainnya terbebas
dari tawanan musuh. à Fathurroji
Diambil dari majalah
Gontor edisi 12 tahun XI Jumadil Akhir 1435/April 2014.